BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap muamalah pasti terjadi di antara dua orang
(pihak), tidak lepas dari kemungkinan berupa pertukaran barang dengan barang;
atau barang dengan sesuatu yang berada dalam tanggungan; atau tanggungan dengan
tanggungan.[1]
Jual Beli merupakan salah satu tuntunan Rasulullah SAW
untuk mencari nafkah dan rizky demi melanjutkan kehidupan sekaligus menjalankan kodrat manusia sebagai khalifah
di muka bumi ini yang tak lain adalah sebagai ciptaan Allah yang ditakdirkan
untuk memanfaatkan kekayaan yang ada di alam semesta ini demi melangsungkan
kehidupannya. Nabi Muhammad SAW yang sejatinya lebih dikenal sebagai seorang
Rasul, pemimpin masyarakat dan pendakwah ternyata sangat ulung sebagai “Tajirr”
atau pedagang[2].
Itu tercatat di berbagai literatur-literatur sejarah kebudayaan Islam yang
pernah kita pelajari di sekolah maupun di perkuliahan.
Aktifitas jual beli sudah menjadi pokok utama dalam
peradaban ekonomi manusia yang ada di dunia, analoginya adalah pondasi sebuah
bangunan, apabila pondasinya rapuh maka bangunannya pun pula rapuh, apabila
aktifitas jual beli ini menurun maka peradaban ekonomi manusia pun terhambat
atau tidak berkembang.
Sifat manusia yang pada dasarnya serakah dan selalu
mengikuti hawa nafsunya mengarahkan kepada macam-macam praktek yang tidak baik
bahkan diharamkan seperti penipuan, praktek gharar dan riba’. Oleh karena itu
agama Islam melalui produk fiqh muamalahnya mencoba memecahkan permasalahan
mengenai isu-isu degradasi moral dalam jual beli ini.
Di era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini,
tentunya banyak perusahaan-perusahaan marketplace yang mulai tumbuh
berkembang, oleh karena itu praktek jual beli secara online sudah mulai
dilakukan oleh masyarakat dan tentunya muncul resiko akan ada benih-benih
kejahatan dalam bermuamalah, seperti penipuan.
Akad dalam fiqh muamalah yang berhubungan dengan jual
beli online adalah Akad Salam. Salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana
uang harga barang dibayarkan secara tunai, sedangkan barang yang dibeli belum
ada, hanya sifat-sifat, jenis dan ukurannya sudah disebutkan pada waktu
perjanjian dibuat[3]
Hasil penelitian Kaspersky Lab dan B2B International,
sebanyak 26 persen konsumen Indonesia kehilangan uang karena menjadi sasaran
tindak penipuan online. Indonesia menjadi negara dengan korban tertinggi
disusul Vietnam 26 persen dan India 24 persen. Ros Horgan (Pimpinan Global
Divisi Pencegahan Penipuan Kapersky Lab) mengatakan bahwa bentuk ancaman
keuangan online terhadap konsumen semakin berkembang. Selain penipuan online
dengan gaya tradisional terdapat pula para penjahat siber yang mengeksploitasi
serta mencari cara baru untuk menipu konsumen.[4]
Oleh karena itu pada makalah ini akan dijelaskan salah
satu dari beberapa degradasi moral yang ada pada jual-beli yaitu jual beli yang
dilarang karena kerugian yang disebabkannya yakni penipuan.[5]
Dan permasalahan-permasalahan yang diangkat adalah dari isu-isu kontemporer.
B. Rumusan Masalah
1.
Latar Belakang Jual Beli Online
2.
Landasan Normatif dan Hukum Jual Beli Online
3.
Modus- Modus Penipuan Jual-Beli Online
4.
Penipuan Jual Beli Online Perspektif Islam
C. Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui latar belakang munculnya jual beli
online
2.
Untuk mengetahui Landasan normatif dan hukum jual beli
online
3.
Untuk mengetahui macam-macam modus jual beli online
4.
Untuk mengetahui bagaimana penipuan jual beli
perspektif Islam
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Jual Beli Online
Pada dasarnya,
sistem jual beli telah diterapkan sejak masa Rasulullah SAW. Pada umumnya,
orang memerlukan benda yang ada pada orang lain (pemiliknya) dapat dimiliki
dengan mudah, tetapi pemiliknya terkadang tidak mau memberikannya. Terdapat
beberapa pengertian mengenai jual beli, yang menurut bahasa jual beli (al-ba’i)
merupakan menukar kepemilikan barang dengan barang[6]
atau saling tukar menukar. Secara istilah (terminologi) terdapat beberapa
pengertian jual beli, diantaranya yakni:
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan
uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada
yang lain atas dasar saling merelakan.
2. Pemilikan harta benda dengan jalan
tukar-menukar yang sesuai dengan aturan syara.
3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat
dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan
syarat.
4. Tukar-menukar benda dengan benda lain dengan
cara yang khusus (dibolehkan).
5. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan
saling merelakan atau memindahkan hak milik denga nada penggantinya dengan cara
yang diperbolehkan.
6. Akad yang tegak atas dasar penukaran harta
dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap. [7]
7. Menurut Ibnu Qadamah, jual beli adalah pertukaran
harta dengan harta umtuk menjadikan miliknya.
8. Nawawi, jual beli adalah pemilikan harta benda
secara tukar menukar yang sesuai dengan ketentuan syariah.
9. Menurut Al-Hasani, mengemukakan bahwa jual beli
adalah pertkaran harta dengan harta melalui sistem yang menggunakan cara
tertentu. [8]
Seiring dengan
kemajuan jaman, perkembangan kebudayaan dan teknologi, jual beli yang semula
menggunakan sistem barter yaitu pertukaran barang satu dengan barang yang
lainnya, lalu berubah dengan alat transaksi jual beli dengan uang, maka
transaksi jual beli mulai dilaksanakan dengan adanya uang dengan barang.
Beberapa dekade setelah itu manusia menemukan teknologi kartu kredit sebagai
pengganti uang real dan kemudia pada masa kini kebiasaan jual beli dengan
melalui online. Dengan kemajuan komunikasi dan informasi, telah membawa dampak
pada kemajuan dalam dunia bisnis. Jual beli jarak jauh sudah merupakan
kebiasaan yang berlaku di dunia bisnis pada saai ini. Dalam hal ini penjual dan
pembeli tidak memperhatikan lagi masala hijab qabul secara lisan, tetapi cukup
dengan perantara seperti kertas berharga, cek, wesel, dan sebagainya.[9]
Begitu juga
dengan perkembangan pemasaran barang yang diperjual belikan, media pemasaran
yang awalnya hanya dilaksanakan dengan saling bertemu antara pihak penjual dan
pembeli, namun sekarang hal-hal ini sudah dapat dilakukan tanpa harus bertemu
langsung dengan adanya perkembangan alat telekomunikasi berupa jaringan
internet. Dari perkembangan bentuk transaksi jual beli pemasaran inilah kita
mengenal dengan nama online shop.
Sejarah jual beli
online:
a. Belanja online pertama kali dilakukan di
Inggris pada tahun 1979 oleh Michael Aldrich dari Redifon Computers. Ia
menyambungkan televisi berwarna dengan komputer yang mampu memproses transaksi
secara realtime melalui sarana kabel telepon.
b. Sejak tahun 1980, ia menjual sistem belanja
daring yang ia temukan di berbagai penjuru Inggris.
c. Pada tahun 1980, belanja online secara luas
digunakan di Inggris dan beberapa negara di daratan Eropa seperti Perancis yang
menggunakan fitur belanja online untuk memasarkan Peugeot, Nissan, dan General
Motors.
d. Pada tahun 1992, Charles Stack membuat toko
buku daring pertamanya yang bernama Book Stacks Unlimited yang berkembang
menjadi Books.com yang kemudian diikuti oleh Jeff Bezos dalam membuat situs web
Amazon.com dua tahun kemudian.
e. Pada tahun 1994, Netscape memperkenalkan SSL
encryption of data transferred online karena dianggap hal yang paling penting
dari belanja daring adalah media untuk transaksi daringnya yang aman dan bebas
dari pembobolan.
f. Pada tahun 1996, eBay situs belanja daring
lahir dan kemudian berkembang menjadi salah satu situs transaksi daring
terbesar hingga saat ini.
Toko online di Indonesia baru mulai populer di
tahun 2006. Pada akhir tahun 2008 jumlah toko online di Indonesia meningkat
puluhan hingga ratusan persen dari tahun sebelumnya.
Faktor pendukungnya adalah makin banyaknya pengguna internet di
Indonesia, yang tadinya hanya sekitar 2.000.000 orang pada
tahun 2000 menjadi 25.000.000 pengguna pada tahun 2008 (internetworldstats.com,
data hingga Juni 2008). Faktor kedua yang menyebabkan hal tersebut, karena
semakin mudah dan murahnya koneksi internet di Indonesia, ketiga semakin banyak
pendidikan dan pelatihan pembuatan toko online dengan harga sangat terjangkau.
Bentuk kegiatan jual beli ini tentu memiliki banyak nilai positif, diantaranya
kemudahan dalam melakukan transaksi karena penjual dan pembeli tidak perlu
repot bertemu untuk melakukan transaksi. Dalam online shop, biasanya menawarkan barang,
harga, dan juga gambar. Dari situlah pembeli memilih dan kemudian memesan
barang yang biasanya akan dikirim setelah pembeli mentransfer uangnya.
Dalam Islam berbisnis mealui online
diperbolehkan selagi tidak terdapat unsur-unsur riba, kezaliman, menopoli dan
penipuan. Adapun beberapa syarat yang mendasar diperbolehkannya jual beli lewat
online, yakni:
1) Tidak melanggar ketentuan syari’at Agama,
seperti transaksi bisnis yang diharamkan, terjadinya kecurangan, penipuan dan
menopoli.
2) Adanya kesepakatan perjanjian diantara dua
belah pihak (penjual dan pembeli) jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
antara sepakat (Alimdha’) atau pembatalan (Fasakh). Sebagaimana yang telah
diatur didalam Fikih tentang bentuk-bentuk option atau alternative dalam akad
jual beli (Alkhiarat) seperti Khiar Almajlis (hak pembatalan di tempat jika
terjadi ketidak sesuaian), Khiar Al’aib (hak pembatalan jika terdapat cacat),
Khiar As-syarath (hak pembatalan jika tidak memenuhi syarat), Khiar
At-Taghrir/Attadlis (hak pembatalan jika terjadi kecurangan), Khiar Alghubun (hak
pembatalan jika terjadi penipuan), Khiar Tafriq As-Shafqah (hak pembatalan
karena salah satu diantara duabelah pihak terputus sebelum atau sesudah
transaksi), Khiar Ar-Rukyah (hak pembatalan adanya kekurangan setelah dilihat)
dan Khiar Fawat Alwashaf (hak pembatalan jika tidak sesuai sifatnya).
3)
Adanya
kontrol, sangsi dan aturan hukum yang tegas dan jelas dari pemerintah (lembaga
yang berkompeten) untuk menjamin bolehnya berbisnis yang dilakukan transaksinya
melalui online bagi masyarakat. Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan
syarat-syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan di atas, maka hukumnya adalah
“Haram” tidak diperbolehkan. Kemaslahatan dan perlindungan terhadap umat dalam
berbisnis dan usaha harus dalam perlindungan negara atau lembaga yang
berkompeten. Agar tidak terjadi hal-hal yang membawa kemudratan, penipuan dan
kehancuran bagi masyarakat dan negaranya.
B.
Landasan Normatif dan Hukum Jual Beli Online
1.
Al Qur’an
a.
Al-Baqoroh ayat 275
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا ۚ ذَلِكَ بِأَنّهُمْ قَالُوَاْ إِنّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرّبَا
“Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(Al-Baqoroh Ayat 275)
b.
An-Nisa’ Ayat 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa’ Ayat 29)
c.
Al-Baqoroh ayat 282
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.
2.
Hadist Rasulullah SAW
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ {
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ
أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ } رَوَاهُ
الْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ
Dari
Rifa’ah bin Rafi’, Nabi pernah ditanya mengenai pekerjaan apa yang paling baik.
Jawaban Nabi, “Kerja dengan tangan dan semua jual beli yang mabrur” [HR
Bazzar no 3731 dan dinilai shahih oleh al Hakim. Baca Bulughul Maram no 784].[10]
3.
Kaidah Ushulul-Fiqh
الأصل
فى المعاملة الإباحة, إلاّ أن يدلّ دليل على تحريمها
Segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalah itu diperbolehkan,
kecuali ada dalil yang mengharamkan
4.
Fatwa DSN MUI
FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang JUAL BELI SALAM
5. Hukum Undang-Undang
a.
Pasal 1320 KUH Perdata (syarat-syarat terjadinya suatu
persetujuan yang sah)
Supaya terjadi persetujuan yang sah,
perlu dipenuhi empat syarat;
1)
kesepakatan mereka yang mengikatkan
dirinya;
2)
kecakapan untuk membuat suatu
perikatan;
3)
suatu pokok persoalan tertentu;
4)
suatu sebab yang tidak terlarang.
b.
Pasal 378 KUH Pidana (pelaku
penipuan)
“Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan
dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
c.
Pasal 1 ayat 2 UU ITE
“Perbuatan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik
lainnya”
d.
Pasal 9 UU ITE
“Pelaku usaha yang menawarkan produk
melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”
C.
Modus-
Modus Penipuan Jual-Beli Online
1.
Penipuan
Berkedok Investasi
Penipuan
jenis ini dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu skema Ponzi, skema piramida dan
inventory loading.
Dalam skema Ponzi, investor
dijanjikan akan memperoleh penghasilan dengan cepat dan berlipat (quick and
rich scheme) dari sejumlah uang yang diinvestasikan. Padahal uang yang
diperoleh investor tersebut berasal dari investor lain yang baru bergabung.
Sang Bandar dalam skema ini juga
menjadi pemain aktif. Ia sendiri yang mengelola uang investasi. Investor hanya
perlu duduk smabil menunggu masa panen datang. Biasanya, uang yang terkumpul
akan digunakan untuk jual beli valuta asing.
Skema
piramida hamper mirip dengan skema Ponzi. Imbalan yang diterima berasal dari
investor yang baru bergabung, hanya saja dalam skema piramida investor juga
harus aktif mencari investor lain. Jika tidak bias mencari investor lain, ia
tidak akan mendapat apa-apa.
Inventory Loading, jenis
penipuan inilah yang sekarang paling sering dijumpai didunia maya. Bagi orang
awam, model ini lebih susah dibedakan dengan investasi yang legal. Karena,
dalam modus ini ada produk atau jasa lain yang diberikan sehinga seolah-olah
seperti pemasaran berjenjang. Produk yang ditawarkan tidak hanya berupa barang,
tetapi juga jasa yang nilainya sebenarnya jauh lebih kecil dari investasi yang
harus dikeluarkan.
2.
Penipuan
Lewat Undian Berhadiah
Modus
penipuan ini sudah sering dijumpai di dunia maya, biasanya akan ada iklan yang
muncul saat mengunjungi suatu website. Aksi modus ini sangat sederhana, yaitu
dengan mengajak korban bergabung dalam situs undian online dengan iming-iming
hadiah yang besar. Kemudian korban diharuskan mengisi data diri dan membayar
sejumlah uang sebagai biaya administrasi sebelum akhirnya mengikuti undian.
3.
Penipuan
Menggunakan Modus Phising (Password Harvesting Fishing)
Modus
penipuan ini adalah tindakan penipuan yang menggunakan e-mail palsu atau situs
website palsu yang bertujuan untuk mengelabuhi user sehingga pelaku bias
mendapatkan user tersebut.[11]
Tindakan ini bisa berupa e-mail
yang berasal dari lembaga resmi, misalnya bank dengan tujuan mendapatkan data
pribadi nasabahnya seperti PIN, nomor rekening atau nomor kartu kredit.
Menurut IGN Mantra dosen peneliti cyber war dan security
inspection menjelaskan bahwa phising adalah percobaan penipuan menggunakan
surel (surat elektronik) dengan tujuan untuk mendapatkan username, password,
token, dan informasi-informasi sensitif lainnya yang dikirim melalui surel.
Surel phising datang seolah-olah dari perusahaan/organisasi di mana user adalah
anggota/member[12].
4.
Penjualan
Produk Dengan Harga Miring (E-buy Scam)
Salah
satu platform belanja online terbesar e-Bay kerap menipu
konsumen. Namun, penipu tersebut
bukan datang dari pengembang situs tersebut, melainkan para penjual yang ada
dalam e-Bay.
Beberapa penjual di e-Bay sering
kali mengunggah gambar suatu produk dengan harga yang sangat murah. Atau bisa
dibilang jauh dari harga rata-rata produk sejenis yang dijual di situs lainnya.
Kalau sudah begini, dapat dipastikan penjual tersebut “abal-abal”.
Kalau
pun harga yang dijual lebih murah, range harganya pasti tidak jauh
berbeda dengan pedagang lain. Sebab harga murah yang terlampir di situs e-Bay
merupakan salah satu taktik penjual untuk mendapat perhatian dari para
pengunjung.
5. Nigerian Scam
Penipuan ini menggunakan cara menghibahkan suatu barang atau harta
tertentu. Si penipu berpura-pura ingin mewariskan harta ataupun benda
kesayangannya kepada orang lain dengan berbagai macam alasan. Tujuannya tidak
lain untuk mendapatkan data diri si korban.
6. HYIP atau High Yield Investment
Program
Merupakan
salah satu jenis program yang menggunakan skema Ponzi. 90% dari HYIP adalah
bohong dan 10% sisanya menunggu antrian untuk dicap sebagai pembohong, mengapa?
Bos HYIP biasanya menggunakan modal yang besar untuk mendapatkan dana yang
besar pula. Mereka rela membayar member mereka selama beberapa tahun untuk
meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan calon investor, sehingga investor
yang tidak berhati-hati akan langsung melakukan investasi secara besar -
besaran.
7. Money handling
Modus
jenis ini melibatkan pihak ketiga untuk menerima dana yang dicuri melalui email
scam lain ke sebuah account sebelum kemudian memindahkan uang dari luar negeri,
setelah dikurangi komisi.
8.
Modus Menggunakan Cara Verification Code
Scan
Bagi yang suka berbelanja online
ataupun streaming film dari internet pasti sudah tidak asing lagi
dengan metode penipuan online yang satu ini. Verification code scam
merupakan penipuan dalam bentuk kode verifikasi yang biasanya dikirimkan ke smartphone.
Kode tersebut berisi 4-6 digit angka yang harus diketik ulang ke situs yang
bersangkutan untuk mendapat akses masuk ke dalamnya.
Biasanya dalam kasus ini korban
diminta untuk melampirkan nomor KTP ataupun nomor kartu debit, setelah korban
mengetahui nomor kartu debit, penipu mampu menguras habis isi kartu debit.
9. Program
Pay To
Program ini menggunkan cara
menawarkan untuk mengikuti program yang akan membayar korban jika korban
mengklik email atau banner. Di antaranya memang penipu membayar, namun sebagian
besar situs tersebut tidak membayarnya. Biasanya penyelenggara bisnis ini akan
menyaratkan korban harus memperoleh poin sejumlah tertentu (misalnya 100 USD)
sebelum penipu membayar korban. Kenyataannya, poin yang diperoleh tidak pernah
mencapai jumlah tersebut.
D. Penipuan Jual Beli Online Perspektif Islam
Sistem muamalah dalam
Islam mengenal bahwa segala sesuatu pada dasarnya boleh dilakukan dengan tujuan
kemaslahatan bersama. Akan tetapi kebolehan tersebut dapat juga berubah menjadi
sesuatu yang dilarang atau bentuk hukum lainnya apabila terdapat alasan yang
medukungnya.
Demikian pula dalam hal
berbisnis yang disini berfokus pada jual beli online (E-commerce) yang
merupakan salah satu bentuk dari muamalah. Pada prinsipnya kegiatan berbisnis
merupakan suatu bentuk usaha yang diperbolehkan menurut ajaran Islam. Prinsip
ini ditegaskan dan didukung dalam Al-Qur’an dan As-sunnah serta keputusan ulama
mengenai hal ini sebagai sesuatu yang telah dipraktikkan pada masa nabi SAW
sampai sekarang.
Tetapi ada beberapa alasan
yang dapat mengakibatkan berbisnis (E-commerce) itu menjadi sesuatu yang
terlarang, jika seandainya hal tersebut hanya akan menyebabkan dampak yang
tidak baik bagi umat. Kesepakatan dan kerelaan (adanya unsur suka sama suka)
sangat ditekankan dalam setiap bentuk bisnis. Namun, hanya dengan kesepakatan
dan kerelaan yang bermula dari suka sama suka tersebut, tidak menjamin
transaksi tersebut dapat dinyatakan sah dalam islam yang mengatur adanya
transaksi yang dibolehkan dan tidak dibolehkan.
Hal yang sering menjadi
problematika dalam dunia bisnis salah satunya adalah kesamaran. Kesamaran dalam
dunia bisnis sangatlah dilarang, karena sering melibatkan ketidakpastian
(uncertainely) dan kekaburan. Kurangnya informasi tentang segala sesuatu yang
terdapat dalam transaksi jual beli akan mendatangan sifat keraguan dan ketidakpastian,
dan hal ini akan menghapuskan keadilan dalam transaksi tersebut.
Berbisnis, khususnya
disini menekankan pada bisnis online yang didalamnya mengandung unsur kesamaran
(gharar) ini mengandung permainan atau untung-untungan, meragukan, dan
mengadung unsur penipuan dilarang dalam Islam. Islam melarang jual beli
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya.
Dan juga, berbisnis
yang mengandung unsur gharar dilarang karena hal tersebut melanggar
prinsip-prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi dalam etika Islam.
Dalam hal ini akan
muncul selanjutnya adalah tadlis (unknown to one party) dimana terdapat
ketidaktahuan diantara pihak-pihak yang bertransaksi sehingga dapat menimbulkan
kecurangan atau penipuan yang disebabkan hanya salah satu pihak yang mengetahui
adanya informasi (asimmetric information) atau spesifikasi dari objek yang akan
diperjual belikan. Hal ini dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip
kerelaan atau suka sama suka. Hal tersebut dapat terjadi dalam 4 kategori,
yaitu: kualitas, kuantitas, harga, dan waktu penyerahan.
Kemudahan dalam
betransaksi yang dihadirkan melalui e-commerce justru tidak sedikit menimbulkan
hal-hal yang tidak diinginkan dan beresiko tinngi yang menimbulkan kerugian.
Resiko yang paling domina adalah kasus penipuan. Contoh kasus penipuan yang
sering terjadi adalah setelah uang ditransfer barang tak kunjung datang, barang
tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah dipaparkan dan lain-lain.
Islam memandang kasus
penipuan dalam jual beli online adalah hal yang sangat fatal karena telah
melanggar asas-asas dalam Islam yang sudah tertera sangat jelas dalam pedoman
kitab suci umat Islam yakni Al-qur’an (Q.S An-Nisa {4}:29). Kasus penipuan pada
jual beli online telah melanggar asas amanah khususnya dari pihak penjual
oline, untuk menghindari pelanggaran asas amanah tersebut penjual online harus
memberikan informasi sejujurnya kepada pihak pembeli yang tidak banyak mengetahuinya.
Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kasus penipuan (gharar) atau
kemungkinan risiko yang terjadi lainnya.
Dalam hukum Islam,
tindak pidana penipuan jual beli online termasuk ke dalam jarimah ta’zir.
Jarimah ta’zir adalah perbuatan tindak pidana yang bentuk dan ancaman hukumnya
ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir artinya:
ajaran atau pelajaran) (Munajat Makhrus, 2009: 35). Menurut Syarbini al-Khatib,
bahwa ayat al-Qur’an yang dijadikan landasan adanya jarimah ta’zir adalah
Qur’an Surat al-Fath ayat 8-9 yang artinya:
إنَّا أَرْسَلْنَاكَ
شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا
لِتُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً
وَأَصِيلًا
Artinya: 8. Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan, 9. supaya kamu sekalian beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih
kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Dari terjemahan
tersebut diatas, A.Hasan menterjemahkan: watu’aziruhu dengan: dan supaya kamu
teguhkan (agamanya) dan untuk mencapai tujuan ini, satu diantaranya ialah
dengan mencegah musuh-musuh Allah, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh
Syarbini al-Khatib (Jaih Mubarak, 2004: 47). Adapun Hadits yang dijadikan dasar
adanya jarimah ta’zir adalah sebagai berikut:
1. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn
Hakim yang artinya: “Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi
SAW menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan;
2. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah
yang artinya: “Dari Abu Burdah Al-Anshari RA. Bahwa ia mendengar Rasulullah SAW
bersabda: Tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk kecuali didalam hukuman
yang telah ditentukan oleh Allah ta’ala (Muttafaqun Alaih)”;
3. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah yang
artinya “Dari Aisyah Ra. Bahwa nabi bersabda: Ringankanlah hukuman bagi
orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka,
kecuali dalam jarimah-jarimah hudud”.
Secara umum ketiga
hadits tersebut menjelaskan tentang eksistensi ta’zir dalam syariat Islam.
Hadits pertama menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang yang
diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memudahkan boleh lebih dari
sepuluh cambukan untuk membedakan dengan jarimah hudud. Dengan batas hukuman
ini dapatlah diketahui mana yang termasuk jarimah hudud dan mana yang termasuk
jarimah ta’zir. Menurut al-Kahlani, para ulama sepakat bahwa yang termasuk jarimah
hudud adalah zina, pencurian, minum khamr, hirabah, qadzaf, murtad dan
pembunuhan. Selain dari jarimah-jarimah tersebut, termasuk jarimah ta’zir
meskipun ada juga beberapa jarimah yang diperselisihkan oleh para fuqaha,
seperti liwath, lesbian, dan sedangkan hadits ketiga mengatur tentang tekhnis
pelaksanaan hukuman ta’zir yang bias berbeda antara satu satu pelaku lainnya,
tergantung kepada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang menyertainya
(Ahmad Wardi, 2005: 249-250).
Adapun pembagian jarimah ta’zir dari beberapa segi yaitu:
1. Dilihat dari segi hak
yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua bagian:
a. Jarimah ta’zir yang menyinggung hal Allah. yang
dimaksud dengan Jarimah ta’zir melanggar hak Allah adalah semua perbuatan yang
berkaitan kepentingan dan kemaslahatan umum. Misalnya, penimbunan bahan-bahan
pokok, membuat kerusakan dimuka bumi (penebangan liar);
b. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu.
Yang dimaksud dengan Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu adalah setiap
perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Misalnya, penginaan,
penipuan, dan lain sebagainya (Marsum, 1988: 21).
2. Dilihat dari segi sifatnya,
Jarimah ta’zir dibagi dalam tiga bagian:
a. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat. Yang
dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan
melakukan perbuatan yang diharamkan. Misalnya, tidak membayar utang,
memanipulasi hasil waqaf, sumpah palsu, riba, menolong pelaku kejahatan,
memakai barang-barang yang diharamkan;
b. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang
membahayakan kepentingan umum perbuatan-perbuatan yang masuk dalam jarimah ini
bisa ditentukan, karena perbuatan ini tidak diharamkan karena zatnya, melainkan
karena sifatnya. sifat yang menjadi alasan dikenakan hukuman terdapat unsur
merugikan kepentingan umum;
c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran, dalam
merumuskan ta’zir karena pelanggaran terdapat beberapa pandangan, yang pertama
berpendapat bahwa orang yang meninggalkan yang mandub (sesuatu yang
diperintahkan dan dituntut untuk dikerjakan) atau mengerjakan yang makruh
(sesuatu yang dilarang dan dituntut untuk ditinggalkan) tak dianggap melakukan
maksiat, hanya saja mereka dianggap menyimpang atau pelanggaran dapat dikenakan
ta’zir. Menurut sebagian ulama yang lain, meninggalkan mandub dan mengerjakan
yang makruh tidak bisa dikenakan hukuman ta’zir. Karena ta’zir hanya bisa
dikenakan jika ada taklif (perintah atau larangan). Apabila hukuman diterapkan
maka merupakan suatu pertanda menunjukan bahwa perbuatan itu wajib atau haram
(Ahmad Wardi, 2005: 251).
3. Dilihat dari segi dasar
hukum (penetapannya) ta’zir juga dbagi kedalam tiga bagian:
a. Jarimah ta’zir yang berasal dari
jarimah-jarimah hudud atau qishash tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau
ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab atau oleh keluarga
sendiri;
b. Jarimah yang jenisnya disebutkan dalam nash
syara’ tetapi hukumna belum ditetapkan, seperti riba, suap, tipu dan mengurangi
takaran atau timbangan;
c. Jarimah baik yang hukum dan jenisnya belum
ditetapkan oleh syara’, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah (H.A.
Djazuli, 1996: 158-159).
Dari penjelasan yang
dikemukakan diatas, ta’zir adalah suatu istilah untuk hukum atas
jarimah-jarimah yang hukumnya belum ditetapkan oleh syara’. Dikalangan fuqaha, jarimah-jarimah yang
hukumnya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan jarimah ta’zir. Jadi, istilah
ta’zir bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak
pidana). Hukumannya, diserahkan sepenuhnya kepada penguasa atau hakim.
Pelaksanaan jarimah ta’zir juga harus dipertimbangkan hal ini berarti dalam
menentukan sanksi ta’zir itu harus mempertimbangkan pelakunya karena kondisi
pelakunya itu tidak selalu sama baik motif tindakannya maupun kondisi psikisnya
disamping itu untuk menjerakan pelakunya.
Sesuai pemaparan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa sanksi pidana yang diberlakukan pada tindak
pidana penipuan jual beli online dalam tinjauan hukum Islam adalah ta’zir.
Penerapan hukuman jarimah ta’zir yang sesuai untuk pelaku penipuan jual beli
online tergantung wewenang penguasa (hakim) seperti hukuman penjara ataupun
denda yang dapat membuat pelaku penipuan jual beli online ini menjadi jera dan
tidak akan mengulangi perbuatan pidana tersebut.
.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Latar
Belakang munculnya jual beli online adalah karena Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan
kebudayaan dan teknologi, jual beli yang semula menggunakan sistem barter yaitu
pertukaran barang satu dengan barang yang lainnya, lalu berubah dengan alat
transaksi jual beli dengan uang, maka transaksi jual beli mulai dilaksanakan
dengan adanya uang dengan barang. Beberapa dekade setelah itu manusia menemukan
teknologi kartu kredit sebagai pengganti uang real dan kemudian pada masa kini
kebiasaan jual beli dengan melalui online. Dengan kemajuan komunikasi dan
informasi, telah membawa dampak pada kemajuan dalam dunia bisnis. Jual beli
jarak jauh sudah merupakan kebiasaan yang berlaku di dunia bisnis pada saai
ini. Dalam hal ini penjual dan pembeli tidak memperhatikan lagi masala hijab
qabul secara lisan, tetapi cukup dengan perantara seperti kertas berharga, cek,
wesel, dan sebagainya.
2.
Landasan
normatif jual beli online berdasarkan dari ayat 275 Surat Al-Baqoroh, ayat 29 Surat
An-Nisa’ dan ayat 282 Surat Al-Baqoroh. Ada pula yang berdasarkan dari hadist
Nabi SAW serta qaidah fiqh muamalah dan Fatwa DSN MUI. Untuk landasan hukum
jual beli online terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata, Pasal
378 KUH Pidana dan Pasal 1 ayat 2 UU ITE
3.
Macam-macam
modus penipuan jual beli online antara lain adalah Penipuan Berkedok Investasi,
Penipuan Lewat Undian Berhadiah, Penipuan Menggunakan Modus Phising (Password
Harvesting Fishing), Penjualan Produk Dengan Harga Miring (E-buy Scam), Nigerian Scam, HYIP atau High Yield Investment Program, Money handling, Modus Menggunakan Cara Verification
Code Scam dan Program Pay To
4.
Dalam
Islam penipuan jual beli online ditindak pidana dengan istilah ta’zir.
Adapun pembagian jarimah ta’zir dari beberapa segi yaitu:
a. Dilihat dari segi hak yang dilanggar: Jarimah
ta’zir yang menyinggung hal Allah dan Jarimah ta’zir yang menyinggung hak
individu
b. Dilihat dari segi sifatnya: Ta’zir karena
melakukan perbuatan maksiat, ta’zir karena melakukan perbuatan yang
membahayakan kepentingan umum dan ta’zir
karena melakukan pelanggaran
c. Dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya): Jarimah
ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash, jarimah yang
jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi hukuman belum ditetapkan dan jarimah
baik yang hukum dan jenisnya belum ditetapkan oleh syara’
Sesuai pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sanksi pidana yang diberlakukan pada tindak pidana
penipuan jual beli online dalam
tinjauan hukum Islam adalah ta’zir. Penerapan hukuman jarimah ta’zir yang sesuai untuk pelaku penipuan
jual beli online tergantung wewenang
penguasa (hakim) seperti hukuman penjara ataupun denda yang dapat membuat pelaku penipuan jual beli
online ini menjadi jera dan tidak akan
mengulangi perbuatan pidana tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Astqolani, I. H. (2002). Bulughul Marom minnal adillati wal ahkam.
Jakarta: Darul Kutub Al-Islamiyah.
Antonio, M. S. (2007). Muhammad SAW, The Super Leader, Super Manager.
Jakarta: Tazkia Multimedia & ProL.M Centre.
AP, S. (2007). Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli via Telefon dan
Internet . Jakarta: Al-Mizan.
Desak Made Prilia Darmayanti, K. S. (2016). Kajian Terhadap Tindak
Pidana Penipuan Melalui Jual Beli Online. Jurnal Fakultas Hukum,
Universitas Udayana, 15-20.
Moh.Thalib. (1977). Tuntunan Berjual Beli Menurut Hadist Nabi.
Surabaya: PT. BIna Ilmu.
Muslich, A. W. (2010). Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.
Nawawi, I. (2012). Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor:
Ghalia Indonesia .
Rusyd, I. (2007). Terjemahan Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid
. Jakarta: A&M Design.
Saharani, S. (2011). Fiqh Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Stabilitas. (2018, Oktober 23). "Awas skema phonzi berkedok
bisnis diinternet". Retrieved from Majalah manajemen resiko:
www.stabilitas.co.id
Tempo, T. (2018, Oktober 24). Penipuan online di Indonesia tertinggi.
Retrieved from tekno.tempo.co: www.tekno.tempo.co
[1] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatu Muqtasid, Terj Abu Usamah Fakhtur, Mukhlis Mukti (Jakarta, Pustaka
Azzam, 2007) hlm 249
[2] Muhammad
Syafi’I Antonio, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager (Jakarta; Tazkia
Multimedia & Pro LM Centre, 2007), hlm 77
[3] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat
(Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2010) hlm 243
[4] Tekno tempo, “Penipuan Online di
Indonesia Tertinggi”, diakses dari tekno.tempo.co pada tanggal 24 Oktober 2018
pukul 00.21 WIB
[5] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatu Muqtasid, Terj Abu Usamah Fakhtur, Mukhlis Mukti (Jakarta, Pustaka
Azzam, 2007) hlm 294
[6] Moh. Thalib, Tuntunan
Berjual Beli menurut Hadis Nabi, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1977), hlm. 7.
[7] Sohari Sahrani dan Ru’fah
Abdullah, Fikih Muamalah,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 66.
[8] Ismail Nawawi,Fikih
Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 75.
[9]
Sofyan
AP. Kau, Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Via Telepon dan Internet,
(Al-Mizan, 2007), hal. 11.
[10] Ibnu Hajar Astqolani, Bulughul Maram
(Jakarta; Daar el Kutub) hlm 176
[11]
Vyctoria, Bongkar Rahasia E-Banking Security dengan Teknik
Hacking dan Carding,
(Yogyakarta:CV Andi Offset, 2013),
214.
[12]
IGN Mantra, “Potensi Ancaman Keamanan
Email Perusahaan”, Info Komputer, (9 September
2015), 71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar