Kamis, 16 Juni 2022

Makalah Hukum Ekonomi Syariah

 

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Studi tentang ekonomi Islam sudah cukup lama, setua agama Islam itu sendiri. Sebagain besar landasan tentang ekonomi syariah dijumpai dalam literatur Islam seperti tafsir Al Qur’an, syarah al Hadits, dan kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh cendekiawan muslim terkenal, diantaranya Abu Yusuf, Abu Hanifah, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya.

Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari’at dalam agama Islam. Dengan demikian, pelaksanaan syari’at agama yang berupa hukum-hukum merupakan salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Pengertian Hukum Ekonomi Syariah?

2.      Apa Saja Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah?

3.      Apa Saja Sumber Hukum Ekonomi Syariah?

4.      Apa Tujuan adanya Hukum Ekonomi Syariah?

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk Mengetahui Pengertian Hukum Ekonomi Syariah

2.      Untuk Mengetahui  Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah

3.      Untuk Mengetahui  Sumber Hukum Ekonomi Syariah

4.      Untuk Mengetahui  Tujuan adanya Hukum Ekonomi Syariah.


 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Ekonomi Syariah

Guna memahami pengertian hukum ekonomi syariah, maka diperlukan pemahaman terhadap ekonomi syariah secara umum, dan seterusnya mengerucut pada istilah hukum ekonomi syariah itu sendiri.

Istilah ekonomi syari’ah atau perekonomian syari’ah hanya dikenal di Indonesia. Sementara di negara-negara lain, istilah tersebut dikenal dengan nama ekonomi Islam (Islamic economy, al-iqtishad al-islami) dan sebagai ilmu disebut ilmu ekonomi Islam (Islamic economics‘ ilm ai-iqtishad al-islami).

Ekonomi atau ilmu ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi atau ilmu ekonomi konvensional yang berkembang di dunia dewasa ini. Perbedaan tersebut terutama  dikarenakan, ekonomi Islam terikat kepada nilai-nilai agama Islam, sedangkan ekonomi konvensional memisahkan diri dari agama sejak negara-negara Barat berpegang kepada sekularisme dan menjalankan politik sekularisasi. Sungguhpun demikian, pada dasarnya tidak ada ekonomi yang terpisah dari nilai atau tingkah laku manusia. Namun, pada ekonomi konvensional, nilai yang digunakan adalah nilai-nilai duniawi semata (profane, mundane).

Kajian ilmu ekonomi secara umum sebenarnya menyangkut sikap tingkah laku manusia terhadap masalah produksi, distribusi, konsumsi barang-barang komoditi dan pelayanan. Kajian ilmu ekonomi Islam dari segi ini tidak berbeda dari ekonomi sekuler, akan tetapi dari segi lain ia terikat dengan nilai-nilai Islam.[1] atau dalam istilah sehari-hari, terikat dengan ketentuan halal-haram.

Sedangkan nilai-nilai menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem ekonomi Islam dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. Demi menjalankan maksud tersebut, beberapa sifat yang telah ditauladankan oleh Rasulullah SAW yaitu:

1.      Shiddiq: memastikan bahwa pengelolaan usaha dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, dan tidak dengan cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).

2.      Tabligh: dalam istilah praktis dimaksudkan secara sustainable melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip Islam yang perlu dijadikan pedoman dalam bermuamalah, termasuk segala manfaat dan resiko yang menyertainya serta cara mengatasinya bagi pengguna. Dalam konteks ini pula, sebaiknya tidak mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, namun juga harus dipadukan dengan berbagai situasi dan kondisi sosial masyarakat.

3.      Amanah: menjaga dengan ketat prinsip kehatia-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari shahibul maal selaku pemilik dana, sehingga timbul saling percaya antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib).

4.      Fathanah: memastikan bahwa pengelola usaha berbasis syariah dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum, termasuk pengelolaan dengan penuh kesantunan (ri’ayah) dan penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).

Berdasarkan penjelasan Pasal 49 Huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama , yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syarlah; meliputi: a. Bank Syariah; b.asuransi syariah; c. reasuransi syariah; d. reksa dana syariah; e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; f. sekuritas syariah, g. pembiayaan syariah; h. pegadaian syariah; i. dana pensiun lembaga keuangan syariah; j. bisnis – syariah; dan k. lembaga keuangan mikro syariah.

Kata hukum yang dikenal dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.

Sebagaimana telah disebut diatas, bahwa kajian ilmu ekonomi Islam terikat dengan nilai-nilai Islam, atau dalam istilah sehari-hari terikat dengan ketentuan halal-haram, sementara persoalan halal-haram merupakan salah satu lingkup kajian hukukm, maka hal tersebut menunjukkan keterkaitan yang erat antara hukum, ekonomi dan syariah. Pemakaian kata syariah sebagai fiqh tampak secara khusus pada pencantuman syariah Islam sebagai sumber legislasi dibeberapa negara muslim, perbankan syariah, asuransi syariah, ekonomi syariah.

Dari sudut pandang ajaran Islam, istilah syariah sama dengan syariat (ta marbuthoh dibelakang dibaca dengan ha) yang pengertiannya berkembang mengarah pada makna fiqh, dan bukan sekedar ayat-ayat atau hadits-hadits hukum. Dengan demikian yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah dalil-dalil pokok mengenai Ekonomi yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Hal ini memberikan tuntutan kepada masyarakat Islam di Indonesia untuk membuat dan menerapkan sistem ekonomi dan hukum ekonomi berdasarkan dalil-dalil pokok yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, dua istilah tersebut, apabila disebut dengan istilah singkat ialah sebagai Sistem Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah.

Sistem Ekonomi Syariah pada suatu sisi dan Hukum Ekonomi Syariah pada sisi lain menjadi permasalahan yang harus dibangun berdasarkan amanah UU di Indonesia. Untuk membangun Sistem Ekonomi Syariah diperlukan kemauan masyarakat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Fiqih di bidang ekonomi, sedangkan untuk membangun Hukum Ekonomi Syariah diperlukan kemauan politik untuk mengadopsi hukum Fiqih dengan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Adopsi yang demikian harus merupakan ijtihad para fukoha, ulama dan pemerintah, sehingga hukum bisa bersifat memaksa sebagai hukum.

Dalam konteks masyarakat, ‘Hukum Ekonomi Syariah’ berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat. Pelaksanaan Sistem Ekonomi oleh masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur guna meciptakan tertib hukum dan menyelesaikan masalah sengketa yang pasti timbul pada interaksi ekonomi. Dengan kata lain Sistem Ekonomi Syariah memerlukan dukungan Hukum Ekonomi Syariah untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang mungkin muncul dalam masyarakat.

Produk hukum ekonomi syariah secara kongkret di Indonesia khususnya dapat dilihat dari pengakuan atas fatwa Dewan Syariah Nasional, sebagai hukum materiil ekonomi syariah, untuk kemudian sebagiannya dituangkan dalam PBI atau SEBI. Demikian juga dalam bentuk undang-undang, seperti contohnya Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya, diharapkan dapat mengisi kekosongan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syaraiah.

B.     Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah 

Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1.      Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.

2.      Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

3.      Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.

4.      Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.

5.      Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

6.      Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.

7.      Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).

8.      Islam melarang riba dalam segala bentuk.

Layaknya sebuah bangunan, sistem ekonomi syariah harus memiliki fondasi yang berguna sebagai landasan dan mampu menopang segala bentuk kegiatan ekonomi guna mencapai tujuan mulia. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi syariah, diantaranya adalah :[2]

1.      Tidak melakukan penimbunan (Ihtikar). Penimbunan, dalam bahasa Arab disebut dengan al-ihtikar. Secara umum, ihtikar dapat diartikan sebagai tindakan pembelian barang dagangan dengan tujuan untuk menahan atau menyimpan barang tersebut dalam jangka waktu yang lama, sehingga barang tersebut dinyatakan barang langka dan berharga mahal.

2.      Tidak melakukan monopoli. Monopoli adalah kegiatan menahan keberadaan barang untuk tidak dijual atau tidak diedarkan di pasar, agar harganya menjadi mahal. Kegiatan monopoli merupakan salah satu hal yang dilarang dalam Islam, apabilamonopoli diciptakan secara sengaja dengan cara menimbun barang dan menaikkan harga barang.

3.      Menghindari jual-beli yang diharamkan. Kegiatan jual-beli yang sesuai dengan prinsip Islam, adil, halal, dan tidak merugikan salah satu pihak adalah jual-beli yang sangat diridhai oleh Allah swt. Karena sesungguhnya bahwa segala hal yang mengandung unsur kemungkaran dan kemaksiatan adalah haram hukumnya.

C.    Sumber Hukum Ekonomi Syariah

Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan diantara keduanya (kebendaan dan ruhaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung pada seberapa jauh penyesuaian yang dapat dilakukan diantara keperluan kebendaan dan keperluan ruhaniah/Etika yang diperlukan manusia. Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi islam adalah :

1.      Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah Sumber utama.  Asli,  abadi,  dan pokok dalam hukum islam yang Allah SWT turunkan pada Rasulullah . Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi islam,  salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan umat islam dalam segala bidang termasuk ekonomi. 

2.      Hadis dan sunnah

Setelah Al-Qur’an,  Sumber hukum ekonomi adalah gadis dan sunnah.  Yang mana pelaku ekonomi akan mengikuti Sumber hukum ini apabila didalam Al-Qur’an tidak terperinci secara lengkap.

3.      Ijma'

Ijma’ adalah Sumber hukum yang ketiga,  yang mana merupakan konsensus baik dari para ulama yang tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Hadis.

4.      Ijtihad atau Qiyas

5.      Istishan,  Istislah dan istihab[3]

 

D.    Manfaat Ekonomi Syariah

Apabila mengamalkan ekonomi syariah akan mendatangkan manfaat yang besar bagi umat islam itu sendiri berupa: (a)  mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah , sehingga Islamnya tidak parsial.  Apabila ada orang islam yang masih bergelut dan mengamalkan ekonomi konvensional yang mengandung unsur riba.  Berarti keislamannya belum kaffah,  sebab ajaran ekonomi syariah diabaikannya;  (b)  menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah,  asuransi syariah,  reksadana syariah,  pegadaian syariah dan atau Baitul Maal wa Tanwil (selanjutnya disebut BMT). Mendapatkan keuntungan didunia dan diakhirat.  Keuntungan dunia berupa keuntungan bagi hasil dan keuntungan akhirat adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan.  Selain itu,  seorang muslim yang mengamalkan ajaran islam dan meninggalkan aktivitas riba;  (c)  praktik ekonominya berdasarkan syariat Islam bernilai ibadah,  karena telah mengamalkan syariat Allah SWT,  (d)  mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah,  asuransi syariah , dan atau BMT,  berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat islam itu sendiri;  (e)  mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan deposito atau menjadi nasabah asuransi syariah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat islam itu sendiri,  sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu dapat digunakan oleh umat islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin;  (f)  mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha untuk proyek-proyek halal.[4] 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Hukum Ekonomi Syariah’ berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat. Pelaksanaan Sistem Ekonomi oleh masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur guna meciptakan tertib hukum dan menyelesaikan masalah sengketa yang pasti timbul pada interaksi ekonomi.

  Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1)Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. (2)Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. (3) Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama. (4)Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. (5)Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. (6) Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. (7) Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). (8) Islam melarang riba dalam segala bentuk.

Sumber-sumber hukum dalam ekonomi islam adalah : (1)Al-Qur’an, (2)Hadis dan sunnah, (3) Ijma', (4) Ijtihad atau Qiyas, (5) Istishan,  Istislah dan istihab.

Apabila mengamalkan ekonomi syariah akan mendatangkan manfaat yang besar bagi umat islam itu sendiri berupa: (a)  mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah , sehingga Islamnya tidak parsial, (b) mendapatkan keuntungan didunia dan diakhirat, (c) mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat islam, (d) mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat islam, (e) mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha untuk proyek-proyek halal.

B.     Saran

Berdasarkan atas apa yang kami tukis dalam makalah yang berjudul Konsep Hukum Ekonomi Syariah kami selaku penulis berharap memberi pemahaman bagi segenap pembaca terlebih lagi bagi penulis sendiri.

Daftar Pustaka

Abdul Manan, Muhammad. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT: Dana Bhakti Prima Yasa.

Ali, Zainudin. 2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

Khaf, Monser. 1987. Deskripsi Ekonomi Syariah. Jakarta: Penerbit Minaret.



[1] Monser Kahf, Deskripsi Ekonomi Islam (Jakarta: Penerbit Minaret, 1987), hal. 11

[2] Zainudin Ali, Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 15

[3] Muhhamad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT: Dana Bhakti Prima Yasa,1997), hlm. 28-32

[4] Zainudin Ali, Hukum Ekonomi Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika.2008), hlm 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar