PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang ekonomi Islam sudah
cukup lama, setua agama Islam itu sendiri. Sebagain besar landasan tentang
ekonomi syariah dijumpai dalam literatur Islam seperti tafsir Al Qur’an, syarah
al Hadits, dan kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh cendekiawan muslim terkenal,
diantaranya Abu Yusuf, Abu Hanifah, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya.
Islam sebagai agama yang dipeluk
oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup
bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari’at dalam agama
Islam. Dengan demikian, pelaksanaan syari’at agama yang berupa hukum-hukum
merupakan salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
Pengertian Hukum Ekonomi Syariah?
2. Apa Saja Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah?
3. Apa Saja Sumber Hukum Ekonomi Syariah?
4. Apa Tujuan adanya Hukum Ekonomi Syariah?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
Mengetahui Pengertian Hukum Ekonomi Syariah
2. Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah
3. Untuk Mengetahui Sumber Hukum Ekonomi Syariah
4. Untuk Mengetahui Tujuan adanya Hukum Ekonomi Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Ekonomi Syariah
Guna memahami
pengertian hukum ekonomi syariah, maka diperlukan pemahaman terhadap ekonomi
syariah secara umum, dan seterusnya mengerucut pada istilah hukum ekonomi
syariah itu sendiri.
Istilah ekonomi
syari’ah atau perekonomian syari’ah hanya dikenal di Indonesia. Sementara di
negara-negara lain, istilah tersebut dikenal dengan nama ekonomi Islam (Islamic
economy, al-iqtishad al-islami) dan sebagai ilmu disebut ilmu ekonomi Islam
(Islamic economics‘ ilm ai-iqtishad al-islami).
Ekonomi atau
ilmu ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi atau ilmu ekonomi konvensional yang
berkembang di dunia dewasa ini. Perbedaan tersebut terutama dikarenakan, ekonomi Islam terikat kepada
nilai-nilai agama Islam, sedangkan ekonomi konvensional memisahkan diri dari
agama sejak negara-negara Barat berpegang kepada sekularisme dan menjalankan
politik sekularisasi. Sungguhpun demikian, pada dasarnya tidak ada ekonomi yang
terpisah dari nilai atau tingkah laku manusia. Namun, pada ekonomi
konvensional, nilai yang digunakan adalah nilai-nilai duniawi semata (profane,
mundane).
Kajian ilmu
ekonomi secara umum sebenarnya menyangkut sikap tingkah laku manusia terhadap
masalah produksi, distribusi, konsumsi barang-barang komoditi dan pelayanan.
Kajian ilmu ekonomi Islam dari segi ini tidak berbeda dari ekonomi sekuler,
akan tetapi dari segi lain ia terikat dengan nilai-nilai Islam.[1]
atau dalam istilah sehari-hari, terikat dengan ketentuan halal-haram.
Sedangkan nilai-nilai
menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem ekonomi Islam dikelola
dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. Demi menjalankan maksud
tersebut, beberapa sifat yang telah ditauladankan oleh Rasulullah SAW yaitu:
1.
Shiddiq:
memastikan bahwa pengelolaan usaha dilakukan dengan moralitas yang menjunjung
tinggi nilai kejujuran, dan tidak dengan cara-cara yang meragukan (subhat)
terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
2.
Tabligh:
dalam istilah praktis dimaksudkan secara sustainable melakukan sosialisasi dan
mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip Islam yang perlu dijadikan
pedoman dalam bermuamalah, termasuk segala manfaat dan resiko yang menyertainya
serta cara mengatasinya bagi pengguna. Dalam konteks ini pula, sebaiknya tidak
mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, namun juga harus dipadukan
dengan berbagai situasi dan kondisi sosial masyarakat.
3.
Amanah:
menjaga dengan ketat prinsip kehatia-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana
yang diperoleh dari shahibul maal selaku pemilik dana, sehingga timbul saling
percaya antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib).
4.
Fathanah:
memastikan bahwa pengelola usaha berbasis syariah dilakukan secara profesional
dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum, termasuk pengelolaan
dengan penuh kesantunan (ri’ayah) dan penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).
Berdasarkan
penjelasan Pasal 49 Huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan
Agama , yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syarlah; meliputi: a. Bank Syariah;
b.asuransi syariah; c. reasuransi syariah; d. reksa dana syariah; e. obligasi
syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; f. sekuritas syariah, g.
pembiayaan syariah; h. pegadaian syariah; i. dana pensiun lembaga keuangan
syariah; j. bisnis – syariah; dan k. lembaga keuangan mikro syariah.
Kata hukum yang
dikenal dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti
putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam ensiklopedi Hukum Islam,
hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.
Sebagaimana
telah disebut diatas, bahwa kajian ilmu ekonomi Islam terikat dengan
nilai-nilai Islam, atau dalam istilah sehari-hari terikat dengan ketentuan
halal-haram, sementara persoalan halal-haram merupakan salah satu lingkup
kajian hukukm, maka hal tersebut menunjukkan keterkaitan yang erat antara
hukum, ekonomi dan syariah. Pemakaian kata syariah sebagai fiqh tampak secara
khusus pada pencantuman syariah Islam sebagai sumber legislasi dibeberapa
negara muslim, perbankan syariah, asuransi syariah, ekonomi syariah.
Dari sudut
pandang ajaran Islam, istilah syariah sama dengan syariat (ta marbuthoh
dibelakang dibaca dengan ha) yang pengertiannya berkembang mengarah pada makna
fiqh, dan bukan sekedar ayat-ayat atau hadits-hadits hukum. Dengan demikian
yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah dalil-dalil pokok mengenai Ekonomi
yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Hal ini memberikan tuntutan kepada masyarakat
Islam di Indonesia untuk membuat dan menerapkan sistem ekonomi dan hukum
ekonomi berdasarkan dalil-dalil pokok yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits.
Dengan demikian, dua istilah tersebut, apabila disebut dengan istilah singkat
ialah sebagai Sistem Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah.
Sistem Ekonomi
Syariah pada suatu sisi dan Hukum Ekonomi Syariah pada sisi lain menjadi
permasalahan yang harus dibangun berdasarkan amanah UU di Indonesia. Untuk
membangun Sistem Ekonomi Syariah diperlukan kemauan masyarakat untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan Fiqih di bidang ekonomi, sedangkan untuk
membangun Hukum Ekonomi Syariah diperlukan kemauan politik untuk mengadopsi
hukum Fiqih dengan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi masyarakat
Indonesia. Adopsi yang demikian harus merupakan ijtihad para fukoha, ulama dan
pemerintah, sehingga hukum bisa bersifat memaksa sebagai hukum.
Dalam konteks
masyarakat, ‘Hukum Ekonomi Syariah’ berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali
dari sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan
Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat. Pelaksanaan Sistem Ekonomi oleh
masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur guna meciptakan tertib hukum dan
menyelesaikan masalah sengketa yang pasti timbul pada interaksi ekonomi. Dengan
kata lain Sistem Ekonomi Syariah memerlukan dukungan Hukum Ekonomi Syariah
untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang mungkin muncul dalam masyarakat.
Produk hukum
ekonomi syariah secara kongkret di Indonesia khususnya dapat dilihat dari pengakuan
atas fatwa Dewan Syariah Nasional, sebagai hukum materiil ekonomi syariah,
untuk kemudian sebagiannya dituangkan dalam PBI atau SEBI. Demikian juga dalam
bentuk undang-undang, seperti contohnya Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat, Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,
dan lain sebagainya, diharapkan dapat mengisi kekosongan perundang-undangan
dalam bidang ekonomi syaraiah.
B.
Prinsip-prinsip
Ekonomi Syariah
Pelaksanaan
ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.
Berbagai
sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada
manusia.
2.
Islam
mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.
Kekuatan
penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.
4.
Ekonomi
Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja.
5.
Ekonomi
Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
6.
Seorang
muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7.
Zakat
harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
8.
Islam
melarang riba dalam segala bentuk.
Layaknya sebuah
bangunan, sistem ekonomi syariah harus memiliki fondasi yang berguna sebagai
landasan dan mampu menopang segala bentuk kegiatan ekonomi guna mencapai tujuan
mulia. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi syariah,
diantaranya adalah :[2]
1.
Tidak
melakukan penimbunan (Ihtikar). Penimbunan, dalam bahasa Arab disebut dengan
al-ihtikar. Secara umum, ihtikar dapat diartikan sebagai tindakan pembelian
barang dagangan dengan tujuan untuk menahan atau menyimpan barang tersebut
dalam jangka waktu yang lama, sehingga barang tersebut dinyatakan barang langka
dan berharga mahal.
2.
Tidak
melakukan monopoli. Monopoli adalah kegiatan menahan keberadaan barang untuk
tidak dijual atau tidak diedarkan di pasar, agar harganya menjadi mahal.
Kegiatan monopoli merupakan salah satu hal yang dilarang dalam Islam,
apabilamonopoli diciptakan secara sengaja dengan cara menimbun barang dan
menaikkan harga barang.
3.
Menghindari
jual-beli yang diharamkan. Kegiatan jual-beli yang sesuai dengan prinsip Islam,
adil, halal, dan tidak merugikan salah satu pihak adalah jual-beli yang sangat
diridhai oleh Allah swt. Karena sesungguhnya bahwa segala hal yang mengandung
unsur kemungkaran dan kemaksiatan adalah haram hukumnya.
C.
Sumber Hukum Ekonomi Syariah
Islam mengambil
suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan
komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan diantara keduanya (kebendaan
dan ruhaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung pada seberapa jauh
penyesuaian yang dapat dilakukan diantara keperluan kebendaan dan keperluan
ruhaniah/Etika yang diperlukan manusia. Adapun sumber-sumber hukum dalam
ekonomi islam adalah :
1.
Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah Sumber utama.
Asli, abadi, dan pokok dalam hukum islam yang Allah SWT
turunkan pada Rasulullah . Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang
melandasi hukum ekonomi islam, salah
satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan
kesejahteraan umat islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.
2.
Hadis
dan sunnah
Setelah Al-Qur’an, Sumber
hukum ekonomi adalah gadis dan sunnah.
Yang mana pelaku ekonomi akan mengikuti Sumber hukum ini apabila didalam
Al-Qur’an tidak terperinci secara lengkap.
3.
Ijma'
Ijma’ adalah Sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari para
ulama yang tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Hadis.
4.
Ijtihad
atau Qiyas
5.
Istishan, Istislah dan istihab[3]
D. Manfaat
Ekonomi Syariah
Apabila
mengamalkan ekonomi syariah akan mendatangkan manfaat yang besar bagi umat
islam itu sendiri berupa: (a) mewujudkan
integritas seorang muslim yang kaffah ,
sehingga Islamnya tidak parsial. Apabila
ada orang islam yang masih bergelut dan mengamalkan ekonomi konvensional yang
mengandung unsur riba. Berarti
keislamannya belum kaffah, sebab ajaran
ekonomi syariah diabaikannya; (b) menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah
melalui bank syariah, asuransi
syariah, reksadana syariah, pegadaian syariah dan atau Baitul Maal wa
Tanwil (selanjutnya disebut BMT). Mendapatkan keuntungan didunia dan
diakhirat. Keuntungan dunia berupa
keuntungan bagi hasil dan keuntungan akhirat adalah terbebasnya dari unsur riba
yang diharamkan. Selain itu, seorang muslim yang mengamalkan ajaran islam
dan meninggalkan aktivitas riba;
(c) praktik ekonominya
berdasarkan syariat Islam bernilai ibadah,
karena telah mengamalkan syariat Allah SWT, (d)
mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syariah , dan atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi
umat islam itu sendiri; (e) mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka
tabungan deposito atau menjadi nasabah asuransi syariah, berarti mendukung
upaya pemberdayaan ekonomi umat islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan
syariah itu dapat digunakan oleh umat islam itu sendiri untuk mengembangkan
usaha-usaha kaum muslimin; (f) mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung
gerakan amar ma’ruf nahi munkar,
sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha
untuk proyek-proyek halal.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Ekonomi Syariah’ berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari
sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan
Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat. Pelaksanaan Sistem Ekonomi oleh
masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur guna meciptakan tertib hukum dan
menyelesaikan masalah sengketa yang pasti timbul pada interaksi ekonomi.
Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip
sebagai berikut : (1)Berbagai sumber
daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. (2)Islam
mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. (3) Kekuatan
penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama. (4)Ekonomi
Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja. (5)Ekonomi Syariah
menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan
banyak orang. (6) Seorang muslim
harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. (7) Zakat
harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). (8) Islam
melarang riba dalam segala bentuk.
Sumber-sumber
hukum dalam ekonomi islam adalah : (1)Al-Qur’an, (2)Hadis
dan sunnah, (3) Ijma', (4) Ijtihad atau Qiyas, (5) Istishan, Istislah dan
istihab.
Apabila mengamalkan ekonomi syariah
akan mendatangkan manfaat yang besar bagi umat islam itu sendiri berupa:
(a) mewujudkan integritas seorang muslim
yang kaffah , sehingga Islamnya tidak
parsial, (b) mendapatkan
keuntungan didunia dan diakhirat, (c) mendukung
kemajuan lembaga ekonomi umat islam, (d) mendukung
upaya pemberdayaan ekonomi umat islam, (e) mengamalkan
ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar
ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh
dimanfaatkan untuk usaha-usaha untuk proyek-proyek halal.
B. Saran
Berdasarkan atas apa yang kami tukis dalam
makalah yang berjudul Konsep Hukum Ekonomi Syariah kami selaku penulis berharap
memberi pemahaman bagi segenap pembaca terlebih lagi bagi penulis sendiri.
Daftar Pustaka
Abdul Manan, Muhammad. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam.
Yogyakarta: PT: Dana Bhakti Prima Yasa.
Ali,
Zainudin. 2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
Khaf, Monser. 1987. Deskripsi
Ekonomi Syariah. Jakarta: Penerbit Minaret.
[1] Monser Kahf, Deskripsi Ekonomi Islam (Jakarta: Penerbit Minaret,
1987), hal. 11
[2] Zainudin Ali,
Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 15
[3] Muhhamad Abdul Manan,
Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT: Dana Bhakti Prima Yasa,1997),
hlm. 28-32
[4] Zainudin Ali, Hukum Ekonomi Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika.2008), hlm 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar