BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia ekonomi, banyak sekali kita menemukan hambatan-hambatan
yang dapat mengancam serta memicu adanya risiko yang dapat dialami. seperti
contoh kita mengalami kecelakaan, kesehatan memburuk bahkan terjadi hambatan
dalam pendidikan. Kurang pahamnya atas risiko tersebut akan menjadi momok dalam
kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, risiko sangatlah penting diminimalisir
atau dimitigasi sehingga kemungkinan kecil dapat dihindarkan.
Sehubungan dengan risiko tersebut, dalam asuransi syariah saat ini
banyak sekali pilihan yang dapat kita ambil untuk mengatasi risiko yang kita
hadapi, misalkan asuransi kesehatan untuk berjaga-jaga atas kesehatan yang
bersalah sehingga dapat jaminan melalui asuransi kesehatan yang kita
miliki. Asuransi syariah memiliki
produk-produk yakni produk tabungan, bukan tabungan dan bukan tabungan untuk
kepentingan umum. Dimana kita dapat memilih dengan beberapa akad yang dapat
dijalankan atau kita lakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Produk-Produk Asuransi Syariah
Adapun beberapa produk asuransi islam yang sudah ada di indonesia
diantaranya adalah:
1.
Produk
tabungan
Produk tabungan dapat digunakan sebagai sarana investasi, juga
dapat digunakan sebagai tabungan untuk keperluan naik haji, atau juga untuk
kepentingan pendidikan. Rata-rata manfaat yang akan diterima oleh para
pemegang polis asuransi islam untuk
produk ini adalah penyetoran dana rekening tabungan, baik pemegang polis masih
hidup dalam masa perjanjian ataupun mengundurkan diri sebelum masa perjanjian
berakhir. Adapun bila pemegang polis asuransi islam produk tabungan meninggal
dunia dalam masa perjanjian asuransi, maka pihak ahli warisnya juga akan
memperoleh bagian keuntungan atas hasil investasi dana rekening tabungan dengan
menggunakan prinsip mudharabah serta selisih dari rencana awal menabung serta
premi yang sudah dibayarkan. Khusus untuk konsep asuransi islam tabungan untuk
pendidikan, maka anak, sebagai penerima hibah dana asuransi tersebut akan
menerima dana hingga masa pendidikannya di perguruan tinggi sesuai dengan
kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan asuransi islam. Bila anak selaku
penerima hibah dana asuransi islam meninggal sebelum sempat menikmati tabungan
asuransi islam pendidikan yang telah dirintis oleh orang tuanya, maka dana
tersebut akan dibayarkan kepada para ahli warisnya.
2.
Produk
asuransi islam bukan tabungan
Program ini dapat dibagi kedalam beberapa jenis, yaitu santunan
yang dapat diberikan kepada ahli waris nasabah asuransi Islam yang mengalami
kematian dalam masa perjanjian asuransi, atau biasa disebut al-khairat, santunan bagi ahli waris
bila nasabah wafat karena kecelakaan dalam masa perjanjian, dan juga dana
asuransi Islam untuk kepentingan kesehatan.
3.
Produk
asuransi Islam bukan tabungan untuk kepentingan umum (general Islamic insurance).[1]
Pada tingkat
permodalan pasar asuransi syari’ah yang ada sekarang ini, produk asuransi
syari’ah sangat tepat untuk melayani pasar konsumer dan pasar komersial yang
rata-rata memiliki objek risiko bernilai kecil dan menengah. Berikut adalah
faktor-faktor yang menjadi alasan mengapa produk untuk pasar konsumer dan
komersial cocok untuk Asuransi Syari’ah.
1.
Jumlah
peserta potensial sangat besar untuk memenuhi persyaratan Hukum Bilangan Besar
dalam penyebaran risiko ideal.
2.
Niliai
risiko individu relatif kecil sehingga tidak terlalu bergantung pada pasar
Reasuransi Syari’ah yang relatif masih terbatas dalam pasar dunia dewasa ini.
3.
Sifat
risiko yang relatif mudah diidentifikasi dan oleh karena itu kemungkinan risiko
dapat diperkirakan atau diprediksi dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga
upaya untuk mengeliminasi unsur gharar akan lebih mudah.
4.
Penyebaran
risiko yang lebbih luas cenderung membutuhkan biaya risiko yang lebih stabil
dan hal ini berarti kontribusi dari peserta yang lebih stabil dan berjangka
panjang.[2]
Pengelolaan
asuransi syariah di Indonesia di dasarkan kepada kontrak mudharabah
yakni kontrak kerja sama antara dua pihak (peserta dan perusahaan).
Berdasarkan kontrak mudharabah tersebut, ada dua cara pengelolaan asuransi
syariah di Indonesia: pertama, pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan
(saving); kedua, produk asuransi syariah non-saving. Adanya unsur tabungan dan
tabungan ini berkaitan erat dengan produk asuransi itu sendiri. Mekanisme
pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan adalah setiap premi yang
dibayarkan oleh peserta akan dimasukkan ke dalam dua rekening yaitu rekening
untuk dana tabarru’ (sosial) dan rekening untuk dana tabungan (saving). Adapun
status kepemilikan dana tanpa rekening tabungan (saving) masih menjadi milik
peserta asuransi, bukan menjadi milik perusahaan asuransi, perusahaan hanya
berfungsi sebagai lembaga pengelola. Oleh karena dana tabungan itu masih
menjadi milik peserta asuransi, maka kapan saja ia dapat menarik dana tabungan
tersebut.
Di samping dana
yang dimasukkan dalam rekening dalam rekening tabungan sebagaimana tersebut,
perusahaan asuransi juga menyediakan rekening khusus untuk menyimpan dana
tabarru’ (sosial) yang telah diniatkan oleh peserta asuransi untuk dijadikan
dana tolong-menolong, dana ini akan digunakan apabila peserta asuransi yang
meninggal dunia atau kontrak transaksi sudah berakhir dengan catatan ada
surplus dana. Dana tabarru’ tidak bisa diambil jika perjanjian belum berakhir
berhenti menjadi peserta asuransi syariah. Hasil investasi yang diperoleh
perusahaan akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan yakni sekitar
40% merupakan hak perusahaan untuk biaya operasionalnya, sedangkan 60%
dibayarkan kepada peserta dalam bentuk manfaat asuransi.
Mekanisme
pengelolaan dana (premi) asuransi syariah tanpa tabungan (non saving) adalah
dana yang diserahkan kepada perusahaan asuransi hanya berupa dana tabarru’
(dana sosial) yang akan dimasukkan ke dalam rekening khusus. Dana yang
terkumpul ini oleh perusahaan asuransi diinvestasikan sesuai dengan prinsip
syariah. Jika ada surplus dana, maka para peserta asuransi akan mendapat bagian
keuntungan sesuai dengan nisbah yang telah ditetapkan, yakni 40% untuk para
peserta dan 60% untuk perusahaan asuransi sebagai pihak yang mengelola dana.
Produk asuransi syariah yang non-tabungan ini digunakan untuk kepentingan
bersama dan untuk saling membantu diantara peserta asuransi yang mengalami
musibah.
Sehubungan
dengan hal tersebut, Ahmad Azhar Basyir menjelaskan bahwa asuransi syariah
menawarkan dua produk jenis pertanggungan yang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1.
Asuransi
Syariah Keluarga (Asuransi Jiwa)
Adalah bentuk asuransi yang memberikan perlindungan dalam
menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri asuransi. Dalam musibah
kematian yang akan menerima santunan sesuai dengan perjanjian adalah keuarga
atau ahli warisnya atau orang yang ditunjuk dalam hal orang yang tidak punya
ahli waris. Dalam musibah kecelakaan yang tidak mengakibatkan kematian,
santunan akan diterima oleh peserta yang mengalami musibah/yang masih hidup.
Adapun
jenis asuransi syariah keluarga (asuransi jiwa) dibagi dua macam, sebagai
berikut:
a.
Asuransi
syariah dengan unsur tabungan antara lain:
·
Asuransi
syariah berencana atau dana investasi
·
Asuransi
syariah dana haji.
·
Asuransi
syariah pendidikan atau dana siswa.
b.
Asuransi
syariah tanpa unsur tabungan, meliputi:
·
Asuransi
syariah berjangka.
·
Asuransi
syariah majelis taklim.
·
Asuransi
syariah khairat keluarga.
·
Asuransi
syariah pembiayaan.
·
Asuransi
syariah kecelakaan diri.
·
Asuransi
syariah wisata dan perjalanan.
·
Asuransi
syariah kecelaaan siswa.
·
Asuransi
syariah perjalanan haji dan umroh.
2.
Asuransi
Syariah Umum (Asuransi Umum)
Adalah bentuk asuransi yag memberi perlindungan dalam menghadapi
bencana atau kecelakaan atas harta milik peserta asuransi seperti rumah,
kendaraan bermotor, dan bangunan pabrik.
Adapun jenis asuransi syariah yang bersifat umum antara lain:
1.
Asransi
syariah kebakaran.
2.
Asuransi
syariah kendaraan bermotor.
3.
Asuransi
syariah risiko pembangunan.
4.
Asuransi
syariah pengangkutan barang.
5.
Asuransi
syariah risiko mesin.
Konsep al-Mudharabah yang diterapkan pada asuransi Islam mempunyi
tiga unsur, sebagai berikut:
1.
Dalam
perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi, perusahaan diamanahkan
untuk menginvestasikan dan mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam
bentuk musyarakah, mudharabah, murabahah, dan wadih.
2.
Perjanjian
antara peserta dan perusahaan asuransi berbentuk perkongsian untuk bersama-sama
menanggung risiko usaha dengan prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing
telah disepakati bersama.
3.
Dalam
perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah ditetapkan bahwa
sebelum bagian keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha dan investasi,
terlebih dahulu diselesaikan klaim manfaat tafakul dari para peserta yang
mengalami musibah.
Adapun produk-produk asuransi yang dikeluarkan oleh PT syariah
takaful indonesia pada saat ini sebagai berikut:
1.
Takaful
keluarga
a.
Layanan
individul, terdiri dari takafullink, takaful falah. Takaful dana investasi, takaful
dana haji, takaful kecelakaan diri, takaful wakaf, fulnadi, dan takafullink
asia
b.
Layanan
group/kumpulan, takaful ini terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
·
Takaful
ordinary, yang terdiri dari takaful al khairat, takaful kecelakaan diri,
takaful kecelakaan siswa, takaful wisata dan perjalanan.
·
Bancassurance, produknya berupa tafakul
pembiayaan
·
Takaful
kesehatan, yang terdiri dari fullmedicare dan takaful family care
2.
Takaful
umum
a.
Takaful
abror.
b.
Takaful
baituna
c.
Takaful
surgaina
d.
Takaful
aneka
e.
Takaful
kebakaran
f.
Takaful
pengangkutan dan rangka kapal
g.
Takaful
kendaran bermotor
h.
Takaful
rekayasa (engineering)
i.
Takaful
surety bond.
Dalam
operasional asuransi syariah yang terjadi pada hakikatnya adalah saling
bertangggung jawab, dan saling melindungi diantara para peserta. Perusahaan
asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi,
mmengembangkan dengan jalan yang halal dan memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai dengan isi akad perjanjian tersebut.
Keuntungan
perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari para
peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudarabah (profit and loss sharing
system). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal
(shahibul maal) dan perusahaan asuransi syariah sebagai pihak mengelola dana
(mudarib). Untuk itu, maka keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu
dibagi antara peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.
Dari uraian
tersebut dapat diketahui bahwa asuransi keluarga bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada peserta atau ahli warisnya sebagai akibat kematian dan
sebagainya. Adapun asuransi syariah yang bersifat umum bertujuan untuk
memberikan perlindungan atas kerugian harta benda karena adanya musibah seperti
kebakaran dan kecurian dan sebagainya. Perusahaan asuransi syariah dan peserta
mengikat diri dalam akad mudharabah dengan hak dan kewajiban sesuai dengan
diperjanjikan. Adapun perusahaan asuransi syariah dan peserta mengikat diri
juga dengan akad mudharabah dengan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian.
Peserta asuransi syariah umum bisa perseorangan, perusahaan atau yayasan atau
lembaga berbadan hukum lainnya.
Adapun manfaat
dari kedua sistem asuransi syariah dapat diuraikan secara ringkas sebagai
berikut:
1.
Manfaat
asuransi syariah pada sistem yang mengandung unsur tabungan:
a.
Jika
peserta ditakdirkan meninggal dunia dalam masa perjanjian, maka ahli warisnya
akan memperoleh dana rekening tabungan yang telah disetor, kemudian ia juga
mendapat bagian keuntungan atas hasil investasi mudharabah dari rekening
tabungan dan selisih dari manfaat takaful awal (awal menabung) dengan premi
yang sudah dibayar.
b.
Jika
peserta mengundurkan diri sebelum perjanjian berakhir maka para peserta akan
memperoleh dana rekening tabungan yang telah disetor dan juga mendapat
keuntungan atas hasil investasi mudharabah dari rekening tabungan.
c.
Bila
peserta hidup hingga perjanjian berakhiran, maka peserta akan memperoleh dana
rekening tabungan yang telah disetor dan juga mendapat bagian keuntungan atas
hasil investasi mudharabah dari rekening tabungan.
2.
Manfaat
asuransi syariah (takaful) pada sistem tanpa unsur tabungan (non-saving)
sebagai berikut:
a.
Bila
peserta ditakdirkan meninggal dunia dalam masa transaksi (perjanjian), maka
ahli warisnya akan mendapat dana santunan meninggal dari perusahaan, sesuai
dengan jumlah yang direncanakan peserta mendapat bagian keuntungan atas
rekening tabarru’ yang ditentukan oleh perusahaan.
b.
Bila
peserta hidup sampai transaksi (perjanjian) berakhir, peserta akan mendapat
bagian keuntungan atas rekening tabarru’ yang ditentukan oleh perusahaan.[3]
Selain dengan
menggunakan akad mudharabah, konsep produk asuransi Islam juga dapat
menggunakan akad wadiah, wakalah,dan musyarakah.
Akad wadiah. Berarti
meninggalkan atau menjaga. Akad ini memiliki beberapa landasan Islam, di
antaranya adalah dalam QS. An-Nisa ayat 58 yang berbunyi: “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya” dan juga QS. Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi: “Hendaknya yang dipercayai itu menunaikan
amanat”. Selain landasan Islam berupa ayat suci Al-Qur’an , juga terdapat
landasan Islam berupa hadis Rasulullah SAW. Riwayat Abu Daud yang berbunyi
“tunaikanlah amanah yang dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati
terhadap orang yang mengkhianatimu”. Berdasarkan ini, maka para ulama
menyatakan bahwa akad wadiah boleh
digunakan untuk kegiatan yang bersifat tolong-menolong dalam dunia asuransi
Islam.
Akad wadiah yang digunakan salam asuransi
Islam ini adalah wadiah yad dhamanah, di
mana pihak yang dititipkan dana, dalam hal ini perusahaan asuransi Islam berhak
untuk memanfaatkan dana tersebut. Penitipan dilakukan dalam rekening giro. Di
Indonesia, PT Asuransi Islam Mubarakah adalah salah satu contoh perusahaan
asuransi yang menggunakan akad wadiah yad
dhamanah. Dana-dana yang terkumpul dari nasabah asuransi Islam, yaitu premi
akan dititipkan kepada perusahaan asuransi Islam untuk kemudian dana tersebut
dikelola oleh perusahaan asuransi Islam.
Akad wakalah. Wakalah, berarti penyerahan,
atau pendelegasian. Dengan begitu secara ringkas dapat dikatakan bahwa wakalah
merupakan pelimpahan atau pendelegasian wewenang dari satu pihak untuk
dilaksanakan oleh pihak lainnya. Adapun landasan Islam dari akad wakalah dalam dunia muamalah adalah QS.
Al-Kahfi ayat 19, QS. Yusuf ayat 55, QS. Al-Baqarah ayat 283 dan QS. Al-Maidah
ayat 2. Sementara Hadis Rasulullah SAW. Yang menjelaskan tentang wakalah disampaikan secara tegas dalam
Hadis Riwayat Malik dalam kitab Al
Muwatha yang berbunyi: “Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafi’i dan seorang
Anshar untuk mengawinkan (kabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah”. Dari
berbagai landasan tersebut, maka para ulama fikih bersepakat (ijma) bahwa akad wakalah diizinkan dalam muamalah. Termasuk dalam hal ini adalah
dalam asuransi Islam.
Akad musyarakah. Musyarakah,
berarti perjanjian antara dua pihak ataupun lebih dalam melaksanakan suatu
usaha tersebut. Adapun landasan Islam dari akad musyarakah dalam muamalah
adalah QS. An-Nisaa ayat 12 dan juga QS. Shaad ayat 24. Adapun dalam Hadits
Rasulullah SAW. Landasan Islam musyarakah adalah Hadits Riwayat Abu Daud yang
berbunyi: “Aku (Allah SWT) merupakan pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya”. Konsep
asuransi Islam pada dasarnya merupakan konsep musyarakah di mana terdapat
perusahaan asurasnsi yang memiliki tenaga dan juga keahlian, serta peserta
asuransi Islam yang memiliki dana dan juga modal.[4]
BAB
III
PENUTUP
Dalam asuransi syariah ada beberapa produk-produk asuransi syariah
diantaranya produk tabungan (saving), produk bukan tabungan (non saving) dan
produk bukan tabungan untuk kepentingan umum. Dan tidak terlepas oleh akad–akad
dalam produk asuransi syariah yang meliputi akad mudharabah, wadiah, wakalah,
dan musyarakah.
Pengelolaan asuransi syariah di Indonesia di dasarkan kepada
kontrak mudharabah yakni kontrak kerja sama antara dua pihak (peserta
dan perusahaan). Berdasarkan kontrak mudharabah tersebut, ada dua cara
pengelolaan asuransi syariah di Indonesia: pertama, pengelolaan dana yang
memiliki unsur tabungan (saving); kedua, produk asuransi syariah non-saving.
Adanya unsur tabungan dan tabungan ini berkaitan erat dengan produk asuransi
itu sendiri. Mekanisme pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan adalah
setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dimasukkan ke dalam dua rekening
yaitu rekening untuk dana tabarru’ (sosial) dan rekening untuk dana tabungan
(saving). Adapun status kepemilikan dana tanpa rekening tabungan (saving) masih
menjadi milik peserta asuransi, bukan menjadi milik perusahaan asuransi,
perusahaan hanya berfungsi sebagai lembaga pengelola. Oleh karena dana tabungan
itu masih menjadi milik peserta asuransi, maka kapan saja ia dapat menarik dana
tabungan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal Muhaimin.
2005. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani Press
Huda Nurul,
Heykal Mohamad. 2010. Lembaga Keuangan
Islam. Jakarta: Kencana
Manan Abdul.
2012. Hukum Ekonomi Syariah: dalam perspektif
kewenangan peradilan agam.Jakarta: Kencana
[1] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), H. 182-183
[2] Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), H. 41
[3] Abdul Manan, Hukum Ekonomi
Syariah: dalam perspektif kewenangan peradilan agama, (Jakarta: Kencana,
2012), H. 269-275
[4] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), H. 183-184
Tidak ada komentar:
Posting Komentar